Mengejar LPDP Part I: Persiapan + Tes TOEFL
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.
Mengawali cerita saya tentang pengalaman mencari dan mendapatkan beasiswa LPDP, kita akan mulai dengan persiapan yang paling awal saya lakukan: mengikuti kursus bahasa Inggris untuk persiapan tes TOEFL.
TOEFL merupakan syarat mutlak yang diminta LPDP. Skornya bervariasi, tergantung skema beasiswa apa yang kita ambil. Saya mengambil Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Reguler Dalam Negeri karena itu satu-satunya kesempatan yang memungkinkan, sehingga skor TOEFL-nya wajib di atas 500 untuk ITP. Sebenarnya saya memenuhi syarat untuk mengambil BPI Afirmasi Miskin Berprestasi, yang skor TOEFL ITP-nya minimal 400, namun terganjal di poin fresh graduate 2 tahun ke belakang. Saya lulus tahun 2014 sedangkan saat ini sudah 2018, praktis tertutup kemungkinan untuk saya mengikuti skema beasiswa ini. (Selain Reguler, kemungkinan lain untuk saya adalah Afirmasi Santri, namun sampai penutupan pendaftaran Batch 2, panduan beasiswa Santri belum juga dipublikasikan. Akan saya ceritakan di postingan-postingan selanjutnya, insya Allah).
Dengan syarat TOEFL ITP 500, mau tidak mau saya harus ambil kursus demi mendongkrak performa bahasa Inggris saya. Selama ini saya belajar bahasa Inggris otodidak melalui blog-blog pribadi orang bule, komentar-komentar di Youtube, atau portal berita daring internasional. Hasilnya bagus untuk memperkaya kosakata, namun saya masih lemah di grammar dan listening. Yo wis lah, saya akan kursus di dua kategori itu.
Saya ngubek-ngubek internet mencari tempat tes TOEFL ITP yang resmi diselenggarakan oleh ETS dan IIEF (perwakilan ETS di Indonesia). Kebanyakan hasil menunjukkan lokasi tes di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, paling dekat Surabaya. Wah.
Saya coba tanya ke rekan guru bahasa Inggris, di mana tempat kursus bahasa Inggris dan tes TOEFL yang resmi. Kata beliau, di Kampung Inggris Pare, Kediri, adalah surganya kursusan bahasa Inggris dan ada juga lembaga di sana yang menyediakan tes TOEFL. Sayangnya, resmi tidaknya tes TOEFL milik lembaga-lembaga itu, beliau belum tahu.
Kembali saya browsing soal Kampung Inggris. Dari hasil ngubek-ubek di website-nya, kemudian disambung percakapan pribadi di WA, saya mendapat informasi kalau GE menyelenggarakan ujian TOEFL ITP official setiap bulannya. Alhamdulillah, tesnya tak perlu jauh-jauh ke Jogja. Saya pun bisa persiapan dengan kursus di GE, atau di tempat lain di Kampung Inggris.
Karena saya dan suami ada kesibukan mengajar, maka kursus saya harus menunggu saat libur. Maka pada libur Semester Ganjil 2017/2018, sekitar akhir Desember, saya mendaftar kursus di Kampung Inggris. Kebanyakan tempat kursus mewajibkan kita mengambil satu paket, TOEFL atau IELTS misalnya, yang masuk empat kali sehari selama satu atau dua bulan, cocok bagi yang stay di Pare. Saya tidak mungkin mengambil paket karena anak saya usia 1,5 tahun menunggu di rumah. Akhirnya saya ambil Listening di TN, masuk pukul 08.30-10.00, dengan biaya Rp 225.000, lalu Grammar di GE pukul 10.30-12.00, biayanya Rp 125.000.
Dua minggu saya kursus bahasa Inggris dengan diantar suami. Jarak dari rumah kami di Lengkong, Nganjuk, sampai ke Kampung Inggris di Pare, Kediri, adalah sekitar 42 km. Jarak tersebut kami tempuh sekitar 1 jam lebih sedikit dengan sepeda motor. Berikut petanya.
Salam sejahtera, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.
Mengawali cerita saya tentang pengalaman mencari dan mendapatkan beasiswa LPDP, kita akan mulai dengan persiapan yang paling awal saya lakukan: mengikuti kursus bahasa Inggris untuk persiapan tes TOEFL.
TOEFL merupakan syarat mutlak yang diminta LPDP. Skornya bervariasi, tergantung skema beasiswa apa yang kita ambil. Saya mengambil Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) Reguler Dalam Negeri karena itu satu-satunya kesempatan yang memungkinkan, sehingga skor TOEFL-nya wajib di atas 500 untuk ITP. Sebenarnya saya memenuhi syarat untuk mengambil BPI Afirmasi Miskin Berprestasi, yang skor TOEFL ITP-nya minimal 400, namun terganjal di poin fresh graduate 2 tahun ke belakang. Saya lulus tahun 2014 sedangkan saat ini sudah 2018, praktis tertutup kemungkinan untuk saya mengikuti skema beasiswa ini. (Selain Reguler, kemungkinan lain untuk saya adalah Afirmasi Santri, namun sampai penutupan pendaftaran Batch 2, panduan beasiswa Santri belum juga dipublikasikan. Akan saya ceritakan di postingan-postingan selanjutnya, insya Allah).
Dengan syarat TOEFL ITP 500, mau tidak mau saya harus ambil kursus demi mendongkrak performa bahasa Inggris saya. Selama ini saya belajar bahasa Inggris otodidak melalui blog-blog pribadi orang bule, komentar-komentar di Youtube, atau portal berita daring internasional. Hasilnya bagus untuk memperkaya kosakata, namun saya masih lemah di grammar dan listening. Yo wis lah, saya akan kursus di dua kategori itu.
Saya ngubek-ngubek internet mencari tempat tes TOEFL ITP yang resmi diselenggarakan oleh ETS dan IIEF (perwakilan ETS di Indonesia). Kebanyakan hasil menunjukkan lokasi tes di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, paling dekat Surabaya. Wah.
Saya coba tanya ke rekan guru bahasa Inggris, di mana tempat kursus bahasa Inggris dan tes TOEFL yang resmi. Kata beliau, di Kampung Inggris Pare, Kediri, adalah surganya kursusan bahasa Inggris dan ada juga lembaga di sana yang menyediakan tes TOEFL. Sayangnya, resmi tidaknya tes TOEFL milik lembaga-lembaga itu, beliau belum tahu.
Kembali saya browsing soal Kampung Inggris. Dari hasil ngubek-ubek di website-nya, kemudian disambung percakapan pribadi di WA, saya mendapat informasi kalau GE menyelenggarakan ujian TOEFL ITP official setiap bulannya. Alhamdulillah, tesnya tak perlu jauh-jauh ke Jogja. Saya pun bisa persiapan dengan kursus di GE, atau di tempat lain di Kampung Inggris.
Karena saya dan suami ada kesibukan mengajar, maka kursus saya harus menunggu saat libur. Maka pada libur Semester Ganjil 2017/2018, sekitar akhir Desember, saya mendaftar kursus di Kampung Inggris. Kebanyakan tempat kursus mewajibkan kita mengambil satu paket, TOEFL atau IELTS misalnya, yang masuk empat kali sehari selama satu atau dua bulan, cocok bagi yang stay di Pare. Saya tidak mungkin mengambil paket karena anak saya usia 1,5 tahun menunggu di rumah. Akhirnya saya ambil Listening di TN, masuk pukul 08.30-10.00, dengan biaya Rp 225.000, lalu Grammar di GE pukul 10.30-12.00, biayanya Rp 125.000.
Dua minggu saya kursus bahasa Inggris dengan diantar suami. Jarak dari rumah kami di Lengkong, Nganjuk, sampai ke Kampung Inggris di Pare, Kediri, adalah sekitar 42 km. Jarak tersebut kami tempuh sekitar 1 jam lebih sedikit dengan sepeda motor. Berikut petanya.
Kursus Listening di TN diselenggarakan di ruangan belakang office. Pesertanya sekitar 30 orang. Tutornya barangkali seumuran saya, enak ngajarnya, dan sepertinya sedang persiapan studi ke Amerika. Sedangkan kursus di GE ditempatkan di ruangan-ruangan khusus yang didesain seperti bangunan sekolah, ruangan-ruangannya berjejer dan saling berhadapan. Kelas-kelas di GE berada di belakang kantor juga, setiap kelasnya dinamai dengan ibukota negara-negara di dunia. Ada penunjuk jalan berupa bendera-bendera kecil di belakang kantor. Kita tinggal menuju arah yang ditunjukkan oleh bendera "negara" kelas kita.
Alhamdulillah, kursus selama dua minggu berjalan lancar tanpa kendala berarti, kecuali barangkali saya dan suami yang sedikit flu di tengah-tengah dua minggu itu, lalu Fathiya, anak kami juga ketularan flu sehingga saya dan suami harus sering bangun malam. Selain itu, all is well.
Sayangnya saya merasa agak kurang marem dengan kursus yang dua minggu ini. Pertama karena saya salah mengambil program di GE. Pengennya saya dapat pelajaran Structure yang biasa muncul di soal TOEFL. Harusnya saya ambil Grammar for TOEFL, tapi saya malah ambil Grammar 1 yang sangat basic, seperti pengenalan bentuk kata. Yah, mau gimana lagi. Walau agak kurang sesuai, tapi saya yakin ilmu apapun tetap akan bermanfaat buat saya suatu hari nanti.
Kurang marem yang kedua, karena saya bayar untuk program Listening satu bulan di TN, tapi hanya bisa saya ambil dua minggu karena jatah libur sekolah habis. Hahaha, ya sudahlah.
Namun, saya cukup terkesan dengan TN. Di sana rupanya tempat berkumpulnya para scholarship hunter yang sedang mempersiapkan diri menghadapi tes TOEFL dan IELTS untuk tujuan beasiswa. Para tutornya juga awardee dari berbagai beasiswa, baik dari pemerintah maupun swasta. Tutor yang menerima pendaftaran saya malah awardee LPDP yang sedang menunggu mulainya masa studi di Belanda.
TN juga mengadakan Simulasi TOEFL dan IELTS gratis setiap Sabtu. Saya pernah mencoba sekali, alhamdulillah dapat 533. Selain itu, TN juga kerap mengadakan seminar beasiswa dan seminar pengabdian masyarakat, keduanya free, yang pembicaranya adalah para penerima beasiswa luar negeri serta aktivis pengabdi masyarakat di Indonesia, seperti Indonesia Mengajar. Di halaman TN, ada mading besar seukuran 2x2 meter yang permukaannya penuh ditempeli info-info beasiswa.
Hari terakhir kursus, saya mendaftar tes TOEFL untuk akhir Januari di GE. Biayanya Rp 475.000 untuk sekali ujian. Mengingat bekal bahasa Inggris yang masih pas-pasan, saya siap-siap jika skor belum mencapai 500 dan harus tes lagi. Saya belajar simulasi TOEFL melalui aplikasi di Google Play sampai akhir Januari. Sayang, real test yang harusnya diselenggarakan 27 Januari, batal akibat kendala teknis panitia. Tes kemudian diundur tanggal 2 Februari.
Saat menghadapi real test TOEFL, saya cukup dipusingkan karena soal-soalnya beda jauh tingkatnya dengan saat simulasi. Listeningnya lebih ruwet, readingnya lebih kompleks, structure-nya lebih puyeng. Saya berdoa dan mengerjakan semampunya, berharap setidaknya skornya tembus 500.
Hasil tes keluar dua minggu kemudian lewat pengumuman melalui percakapan pribadi di WA. Sertifikat belum jadi, tapi saya bisa "mengintip" nilai saya yang sudah dipegang GE. Alhamdulillah, skor saya 527. Sangat belum memadai, tapi setidaknya sudah cukup untuk mendaftar LPDP.
Alhamdulillah, dengan tercapainya skor minimal yang dikehendaki LPDP, saya optimis mendaftar beasiswa untuk tahun ini. Saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk suami yang telah mengantar saya kursus setiap hari selama dua minggu. Juga kepada ibu saya yang telah menjaga cucunya ketika ditinggal ibu bapaknya ke Kampung Inggris. Untuk merekalah, saya akan terus berusaha yang terbaik, bismillah.
Berdasarkan pengalaman tahun lalu, LPDP Dalam Negeri buka pendaftaran sekitar pertengahan Februari, batas akhirnya awal April. Jadi usai tes TOEFL, saya menunggu-nunggu pengumuman penerimaan di website resmi LPDP. Lamannya saya bookmark di hp, dan hampir tiap hari dibuka. Saya belum berani ngurus dokumen-dokumen lain seperti surat sehat dan surat keterangan bebas narkoba yang masa berlakunya lumayan singkat. Sambil nunggu pengumuman pendaftaran keluar, saya nyicil essay sedikit demi sedikit. Karena ternyata, pengumuman LPDP belum keluar sampai tiga bulan kemudian.
Mengejar LPDP Part I: Persiapan + Tes TOEFL
Reviewed by Kurnia Indasah
on
12:13
Rating:
Tidak ada komentar