Mengejar LPDP Part II: Surat Sehat & Surat Keterangan Bebas Narkoba
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera, semoga Allah memberi kesehatan dan melindungi kita semua.
Alhamdulillah setelah menunggu selama kurang lebih tiga bulan, akhirnya pembukaan penerimaan beasiswa LPDP resmi diumumkan pada tanggal 3 Mei 2018. Bulan-bulan sebelumnya, banyak beredar informasi palsu di berbagai grup WA yang saya ikuti, katanya LPDP sudah buka pendaftaran namun setelah dicek ternyata masih pengumuman tahun 2017. Berkali-kali saya terjebak informasi hoaks seperti ini.
Ketika akhirnya pembukaan pendaftaran LPDP benar-benar keluar, dan resmi, dan saya cek sendiri di webnya betul-betul tulisannya 2018, barulah saya percaya. Dan kemudian sedikit gemetaran karena yang saya tunggu-tunggu sejak setahun lalu akhirnya datang juga di depan mata.
Beberapa jam setelah pengumuman keluar, server LPDP langsung down karena saya yakin ribuan orang mengakses laman ini bersamaan. Tanggal 3 Mei itu hari Kamis, di sela-sela mengajar saya coba akses lagi lamannya, namun tetap juga gagal. Niatnya sepulang sekolah saya cek lagi, namun tak jua berhasil. Karena saya tinggal di Lengkong sebelah utara, areal pedesaan yang banyak dikelilingi pepohonan, sinyal internet benar-benar memprihatinkan di sini. Jangankan web yang servernya sedang jadi rebutan, me-loading website normal saja butuh waktu lama.
Untungnya, sebelum malam server LPDP sudah normal lagi. Ternyata ada beberapa perubahan pada mekanisme penerimaan LPDP tahun 2018. Di antaranya, sudah tidak ada lagi opsi perpindahan jurusan/prodi dan Universitas. Pada seleksi administrasi, essay Sukses Terbesar dalam Hidupku dihapus, sedangkan essay Kontribusiku Bagi Indonesia masih tetap ada namun sebutannya jadi Statement of Purpose. Pada seleksi kedua, yang disebut Seleksi Berbasis Komputer (SBK), dulu disebut assesment online dan dikerjakan dari rumah, kini terpusat di lokasi-lokasi tertentu. Di seleksi kedua juga ada essay on the spot yang dulunya masuk di rangkaian seleksi substansi. Selain itu, LPDP menambah banyak skema beasiswa pada Afirmasi, seperti Afirmasi TNI/Polri, Afirmasi Santri, dan Afirmasi Masyarakat Berprestasi.
Sebenarnya saya tertarik untuk ikut Afirmasi Santri. Afirmasi Santri ini diperuntukkan bagi individu yang merupakan alumni pondok pesantren. Pendaftarannya, baik jurusan dalam maupun luar negeri, dibarengkan dengan LN alias Tahap II. Sayangnya, sampai batas pendaftaran Tahap II pada 21 September, panduan Afirmasi Santri masih belum dipublikasikan.
Berikut jadwal penerimaan beasiswa LPDP 2018 Tahap I (Dalam Negeri).
Pendaftaran: 7 Mei - 8 Juni 2018
Penetapan seleksi administrasi: 29 Juni 2018
Seleksi berbasis komputer: 9-25 Juli 2018
Penetapan seleksi berbasis komputer: 31 Juli 2018
Seleksi substansi: 13 Agustus - 7 September 2018
Pengumuman kelulusan: 14 September 2018
Alhamdulillah, masih banyak waktu sebelum penutupan pendaftaran, tapi saya perlu bergerak cepat mempersiapkan semua persyaratan. Karena, saya ditugasi sekolah untuk mengikuti Bimtek Kurikulum 2013 Revisi 2017 di SMK Muhammadiyah 3 Nganjuk, bersama delapan guru yang lain, tanggal 5-10 Mei. Ditambah lagi tanggal 12 Mei adalah hari terakhir pengumpulan soal UAS Semester Genap. Tanggal 14-nya, ada pre-test PPG di SMKN 1 Kertosono. Praktis, penyiapan dokumen baru saya mulai setelah semua acara rampung.
Saya mencoba mencari di internet soal prosedur mendapatkan Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN). Rencananya, Surat Sehat akan saya urus di Puskesmas Lengkong, sedangkan SKBN di RSUD. Dari hasil searching, ternyata banyak RSUD di Bandung dan Jakarta yang menawarkan "Paket LPDP" sebagaimana "Paket CPNS". Isinya, SKBN dan Surat Sehat untuk Dalam Negeri, plus Surat Keterangan Bebas TBC untuk Luar Negeri. Di Nganjuk jelas belum ada yang seperti ini.
Berdasarkan informasi yang saya dapat di internet, katanya setiap RSUD bisa membuatkan SKBN. Atau bisa juga kita membuat SKBN di BNN yang jelas-jelas mengurusi seputar narkoba. Biayanya, yang saya baca di blog-blog orang, bervariasi mulai dari Rp 180.000 sampai Rp 485.000.
Dengan pemikiran seperti itu, saya berangkat ke RSUD Kertosono tanggal 15 Mei. RSUD Kertosono ini paling dekat dengan tempat tinggal saya, sekaligus tempat saya melahirkan Fathiya dulu. Sampai di lobi, saya menanyakan biaya dan prosedur pengurusan SKBN, dan dijawab oleh mbak-mbak petugasnya yang sangat cantik, bahwa RSUD Kertosono tidak bisa membuatkan SKBN.
"Silakan ke BNN atau RS Bhayangkara di Nganjuk, mbak," imbuhnya.
Saat itu sudah jam 10.30. Terlalu siang untuk ke Nganjuk kota, yang perjalanannya saja makan waktu 45 menit. Akhirnya saya pulang, lalu ke Puskesmas Lengkong untuk mencari Surat Sehat dulu. SKBN terpaksa diundur besok.
Di Puskesmas, tak sampai 20 menit, Surat Sehat sudah berada di tangan. Karena saya punya Kartu Indonesia Sehat (KIS), pengurusan Surat Sehat gratis. Jika tak punya kartu, administrasinya Rp 10.000. Jangan bayangkan kita akan medical check-up lengkap untuk mendapat Surat Sehat. Petugas cukup login ke profil BPJS kita, lalu mengisi beberapa informasi seperti tinggi dan berat badan, lalu keperluan pembuatan Surat Sehat, setelah itu tekan Print, tanda tangan dokter, dan stempel basah. Dokter Puskesmas Lengkong, masih sangat muda, namanya dr. Cahyani, sempat menanyakan waktu pendaftaran LPDP Luar Negeri dan apa masih ada beasiswa dokter spesialis. Saya jawab masih, dan pendaftaran LN baru dibuka bulan Juli. Bu dokter menyarankan saya ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan SKBN.
Besoknya, hari Rabu tanggal 16 Mei, pagi-pagi saya berangkat bersama suami ke RS Bhayangkara Moestadjab di Nganjuk. Sampai sana sekitar pukul 09.00. Kami ke lobi dan diminta mengisi formulir pendaftaran. Kebetulan sekali listrik di RS Bhayangkara sedang mati karena konsleting di area RS yang tengah dibangun. Antrean pasien jelas macet karena pelayanan RS sepenuhnya dikomputerisasi. Listrik baru menyala sekitar jam 11 lebih sedikit. Pasien langsung dilayani, dan setelah menunggu lagi sekitar 20 menit, saya dipanggil.
Pendaftaran saya diproses dan saya diarahkan ke lab untuk cek urin. Lab RS Bhayangkara kecil saja, tapi bersih dan rapi. Letaknya dekat tangga menuju ruang operasi, seperti di pojok gedung, tapi sebenarnya mengarah langsung ke pintu masuk. Di lab saya mendapat urutan kedua. Sekitar 10 menit sebelum pukul 12, saya sudah menyerahkan sampel urin saya.
Petugas meminta saya membayar biaya administrasi di loket, biayanya Rp 150.000, dan mengambil SKBN satu jam lagi. Saya diingatkan untuk menyerahkan 2 lembar pasfoto ukuran 4x6 nanti ketika mengambil suratnya.
Karena belum punya pasfoto, saya ngambil foto dulu di dekat loket RS dengan background layar terpal biru milik petugas konstruksi. Saya nyetak fotonya di studio advertising yang agak jauh dari RS, sekitar 1 km jaraknya, karena studio foto yang dekat RS ikut mati listrik. Sambil nyetak foto, saya dan suami sekalian sholat di Masjid Agung Baitussalam Nganjuk.
Pukul satu lebih seperempat saya kembali ke Lab dan ternyata SKBN-nya sudah jadi. Ketika saya cek, ternyata jenis pekerjaan saya salah ketik, R-nya kelebihan satu, jadi GURRU. Wah, hahaha. Petugas dengan senang hati memperbaiki, tapi saya diminta menunggu 30 menit. Yah daripada nanti gagal di seleksi administrasi, atau misalnya lolos tapi gagal di verifikasi dokumen, mending nunggu 30 menit sekarang. Sudah jadi kebiasaan saya untuk mempersiapkan diri menghadapi yang terburuk.
Belum sampai 30 menit menunggu, SKBN baru dengan nama pekerjaan yang sudah benar, diserahkan pada saya. Cek lagi, cek lagi, alhamdulillah semuanya sudah sesuai. Saya lihat masa berlaku SKBN adalah 6 bulan, lebih panjang dari Surat Sehat yang hanya 3 bulan. Saya tanda tangan, lalu petugas membubuhkan stempel basah.
Senang sekali saya ketika Surat Sehat dan Surat Keterangan Bebas Narkoba sudah di tangan. Dengan selesainya pembuatan dua surat kesehatan ini, otomatis berkas-berkas "luar" saya (TOEFL, Surat Sehat dan SKBN) sudah selesai. Tinggal berkas-berkas "dalam" seperti ijazah, transkrip nilai, surat izin atasan, surat rekomendasi, surat pernyataan, dan essay-essay.
Secara umum, pembuatan SKBN di RS Bhayangkara Moestadjab tergolong cepat dan memuaskan. Biayanya pun lebih murah dari perkiraan saya yang sekitar Rp 250.000. Pelayanannya oke, dan gedungnya yang tidak terlalu besar membuat akses per ruangan tidak terlalu menyulitkan.
Sepulang dari RS, saya mengajak suami mampir ke warung makan Padang di Kertosono, waktu itu sekitar pukul 14.00. Alhamdulillah, makan siang yang sangat nikmat mengingat besok adalah hari pertama puasa Ramadhan. Setelah ini, tugas "besar" menunggu saya, yaitu meminta surat rekomendasi ke Abah Kyai dan surat izin atasan dari Kepala Sekolah. Bismillah.
Salam sejahtera, semoga Allah memberi kesehatan dan melindungi kita semua.
Alhamdulillah setelah menunggu selama kurang lebih tiga bulan, akhirnya pembukaan penerimaan beasiswa LPDP resmi diumumkan pada tanggal 3 Mei 2018. Bulan-bulan sebelumnya, banyak beredar informasi palsu di berbagai grup WA yang saya ikuti, katanya LPDP sudah buka pendaftaran namun setelah dicek ternyata masih pengumuman tahun 2017. Berkali-kali saya terjebak informasi hoaks seperti ini.
Ketika akhirnya pembukaan pendaftaran LPDP benar-benar keluar, dan resmi, dan saya cek sendiri di webnya betul-betul tulisannya 2018, barulah saya percaya. Dan kemudian sedikit gemetaran karena yang saya tunggu-tunggu sejak setahun lalu akhirnya datang juga di depan mata.
Beberapa jam setelah pengumuman keluar, server LPDP langsung down karena saya yakin ribuan orang mengakses laman ini bersamaan. Tanggal 3 Mei itu hari Kamis, di sela-sela mengajar saya coba akses lagi lamannya, namun tetap juga gagal. Niatnya sepulang sekolah saya cek lagi, namun tak jua berhasil. Karena saya tinggal di Lengkong sebelah utara, areal pedesaan yang banyak dikelilingi pepohonan, sinyal internet benar-benar memprihatinkan di sini. Jangankan web yang servernya sedang jadi rebutan, me-loading website normal saja butuh waktu lama.
Untungnya, sebelum malam server LPDP sudah normal lagi. Ternyata ada beberapa perubahan pada mekanisme penerimaan LPDP tahun 2018. Di antaranya, sudah tidak ada lagi opsi perpindahan jurusan/prodi dan Universitas. Pada seleksi administrasi, essay Sukses Terbesar dalam Hidupku dihapus, sedangkan essay Kontribusiku Bagi Indonesia masih tetap ada namun sebutannya jadi Statement of Purpose. Pada seleksi kedua, yang disebut Seleksi Berbasis Komputer (SBK), dulu disebut assesment online dan dikerjakan dari rumah, kini terpusat di lokasi-lokasi tertentu. Di seleksi kedua juga ada essay on the spot yang dulunya masuk di rangkaian seleksi substansi. Selain itu, LPDP menambah banyak skema beasiswa pada Afirmasi, seperti Afirmasi TNI/Polri, Afirmasi Santri, dan Afirmasi Masyarakat Berprestasi.
Sebenarnya saya tertarik untuk ikut Afirmasi Santri. Afirmasi Santri ini diperuntukkan bagi individu yang merupakan alumni pondok pesantren. Pendaftarannya, baik jurusan dalam maupun luar negeri, dibarengkan dengan LN alias Tahap II. Sayangnya, sampai batas pendaftaran Tahap II pada 21 September, panduan Afirmasi Santri masih belum dipublikasikan.
Berikut jadwal penerimaan beasiswa LPDP 2018 Tahap I (Dalam Negeri).
Pendaftaran: 7 Mei - 8 Juni 2018
Penetapan seleksi administrasi: 29 Juni 2018
Seleksi berbasis komputer: 9-25 Juli 2018
Penetapan seleksi berbasis komputer: 31 Juli 2018
Seleksi substansi: 13 Agustus - 7 September 2018
Pengumuman kelulusan: 14 September 2018
Alhamdulillah, masih banyak waktu sebelum penutupan pendaftaran, tapi saya perlu bergerak cepat mempersiapkan semua persyaratan. Karena, saya ditugasi sekolah untuk mengikuti Bimtek Kurikulum 2013 Revisi 2017 di SMK Muhammadiyah 3 Nganjuk, bersama delapan guru yang lain, tanggal 5-10 Mei. Ditambah lagi tanggal 12 Mei adalah hari terakhir pengumpulan soal UAS Semester Genap. Tanggal 14-nya, ada pre-test PPG di SMKN 1 Kertosono. Praktis, penyiapan dokumen baru saya mulai setelah semua acara rampung.
Saya mencoba mencari di internet soal prosedur mendapatkan Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN). Rencananya, Surat Sehat akan saya urus di Puskesmas Lengkong, sedangkan SKBN di RSUD. Dari hasil searching, ternyata banyak RSUD di Bandung dan Jakarta yang menawarkan "Paket LPDP" sebagaimana "Paket CPNS". Isinya, SKBN dan Surat Sehat untuk Dalam Negeri, plus Surat Keterangan Bebas TBC untuk Luar Negeri. Di Nganjuk jelas belum ada yang seperti ini.
Berdasarkan informasi yang saya dapat di internet, katanya setiap RSUD bisa membuatkan SKBN. Atau bisa juga kita membuat SKBN di BNN yang jelas-jelas mengurusi seputar narkoba. Biayanya, yang saya baca di blog-blog orang, bervariasi mulai dari Rp 180.000 sampai Rp 485.000.
Dengan pemikiran seperti itu, saya berangkat ke RSUD Kertosono tanggal 15 Mei. RSUD Kertosono ini paling dekat dengan tempat tinggal saya, sekaligus tempat saya melahirkan Fathiya dulu. Sampai di lobi, saya menanyakan biaya dan prosedur pengurusan SKBN, dan dijawab oleh mbak-mbak petugasnya yang sangat cantik, bahwa RSUD Kertosono tidak bisa membuatkan SKBN.
"Silakan ke BNN atau RS Bhayangkara di Nganjuk, mbak," imbuhnya.
Saat itu sudah jam 10.30. Terlalu siang untuk ke Nganjuk kota, yang perjalanannya saja makan waktu 45 menit. Akhirnya saya pulang, lalu ke Puskesmas Lengkong untuk mencari Surat Sehat dulu. SKBN terpaksa diundur besok.
Di Puskesmas, tak sampai 20 menit, Surat Sehat sudah berada di tangan. Karena saya punya Kartu Indonesia Sehat (KIS), pengurusan Surat Sehat gratis. Jika tak punya kartu, administrasinya Rp 10.000. Jangan bayangkan kita akan medical check-up lengkap untuk mendapat Surat Sehat. Petugas cukup login ke profil BPJS kita, lalu mengisi beberapa informasi seperti tinggi dan berat badan, lalu keperluan pembuatan Surat Sehat, setelah itu tekan Print, tanda tangan dokter, dan stempel basah. Dokter Puskesmas Lengkong, masih sangat muda, namanya dr. Cahyani, sempat menanyakan waktu pendaftaran LPDP Luar Negeri dan apa masih ada beasiswa dokter spesialis. Saya jawab masih, dan pendaftaran LN baru dibuka bulan Juli. Bu dokter menyarankan saya ke RS Bhayangkara untuk mendapatkan SKBN.
Besoknya, hari Rabu tanggal 16 Mei, pagi-pagi saya berangkat bersama suami ke RS Bhayangkara Moestadjab di Nganjuk. Sampai sana sekitar pukul 09.00. Kami ke lobi dan diminta mengisi formulir pendaftaran. Kebetulan sekali listrik di RS Bhayangkara sedang mati karena konsleting di area RS yang tengah dibangun. Antrean pasien jelas macet karena pelayanan RS sepenuhnya dikomputerisasi. Listrik baru menyala sekitar jam 11 lebih sedikit. Pasien langsung dilayani, dan setelah menunggu lagi sekitar 20 menit, saya dipanggil.
Pendaftaran saya diproses dan saya diarahkan ke lab untuk cek urin. Lab RS Bhayangkara kecil saja, tapi bersih dan rapi. Letaknya dekat tangga menuju ruang operasi, seperti di pojok gedung, tapi sebenarnya mengarah langsung ke pintu masuk. Di lab saya mendapat urutan kedua. Sekitar 10 menit sebelum pukul 12, saya sudah menyerahkan sampel urin saya.
Petugas meminta saya membayar biaya administrasi di loket, biayanya Rp 150.000, dan mengambil SKBN satu jam lagi. Saya diingatkan untuk menyerahkan 2 lembar pasfoto ukuran 4x6 nanti ketika mengambil suratnya.
Karena belum punya pasfoto, saya ngambil foto dulu di dekat loket RS dengan background layar terpal biru milik petugas konstruksi. Saya nyetak fotonya di studio advertising yang agak jauh dari RS, sekitar 1 km jaraknya, karena studio foto yang dekat RS ikut mati listrik. Sambil nyetak foto, saya dan suami sekalian sholat di Masjid Agung Baitussalam Nganjuk.
Pukul satu lebih seperempat saya kembali ke Lab dan ternyata SKBN-nya sudah jadi. Ketika saya cek, ternyata jenis pekerjaan saya salah ketik, R-nya kelebihan satu, jadi GURRU. Wah, hahaha. Petugas dengan senang hati memperbaiki, tapi saya diminta menunggu 30 menit. Yah daripada nanti gagal di seleksi administrasi, atau misalnya lolos tapi gagal di verifikasi dokumen, mending nunggu 30 menit sekarang. Sudah jadi kebiasaan saya untuk mempersiapkan diri menghadapi yang terburuk.
Belum sampai 30 menit menunggu, SKBN baru dengan nama pekerjaan yang sudah benar, diserahkan pada saya. Cek lagi, cek lagi, alhamdulillah semuanya sudah sesuai. Saya lihat masa berlaku SKBN adalah 6 bulan, lebih panjang dari Surat Sehat yang hanya 3 bulan. Saya tanda tangan, lalu petugas membubuhkan stempel basah.
Senang sekali saya ketika Surat Sehat dan Surat Keterangan Bebas Narkoba sudah di tangan. Dengan selesainya pembuatan dua surat kesehatan ini, otomatis berkas-berkas "luar" saya (TOEFL, Surat Sehat dan SKBN) sudah selesai. Tinggal berkas-berkas "dalam" seperti ijazah, transkrip nilai, surat izin atasan, surat rekomendasi, surat pernyataan, dan essay-essay.
Secara umum, pembuatan SKBN di RS Bhayangkara Moestadjab tergolong cepat dan memuaskan. Biayanya pun lebih murah dari perkiraan saya yang sekitar Rp 250.000. Pelayanannya oke, dan gedungnya yang tidak terlalu besar membuat akses per ruangan tidak terlalu menyulitkan.
Sepulang dari RS, saya mengajak suami mampir ke warung makan Padang di Kertosono, waktu itu sekitar pukul 14.00. Alhamdulillah, makan siang yang sangat nikmat mengingat besok adalah hari pertama puasa Ramadhan. Setelah ini, tugas "besar" menunggu saya, yaitu meminta surat rekomendasi ke Abah Kyai dan surat izin atasan dari Kepala Sekolah. Bismillah.
Mengejar LPDP Part II: Surat Sehat & Surat Keterangan Bebas Narkoba
Reviewed by Kurnia Indasah
on
14:32
Rating:
Tidak ada komentar