Home Top Ad

Responsive Ads Here

Mengejar LPDP Part VIII: Seleksi Berbasis Komputer (SBK)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera, semoga rahmat dan karunia Allah selalu memberkahi hidup kita.

Menyusul postingan sebelumnya yang menceritakan persiapan saya menuju Seleksi Berbasis Komputer (SBK) LPDP, kali ini saya akan berbagi kisah mengenai proses seleksinya sendiri, yang diselenggarakan di gedung Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional 1 Yogyakarta.

Tautan undangan seleksi yang dipasang di bawah pengumuman kelulusan administrasi, di web pendaftaran LPDP, belum juga bisa diakses sampai menjelang pembukaan seleksi komputer. Padahal, biasanya, Yogyakarta dan Surabaya selalu mendapat jatah di awal. Sepertinya LPDP cukup riweuh mengatur jadwal SBK ini, terbukti ketika pendaftaran Luar Negeri (LN) yang sedianya dibuka tanggal 9 Juli, diundur menjadi 16 Juli.

Saya ketir-ketir karena selain harus belajar untuk mempersiapkan diri, saya juga harus pesan tiket kereta untuk 3 orang. Sementara kereta ekonomi jurusan Yogyakarta hampir selalu penuh, tak peduli libur atau hari biasa.

Akhirnya, pada tanggal 5 Juli, lima hari sebelum SBK dimulai, jadwal besar diumumkan melalui email. As expected, Yogyakarta kebagian tiga hari pertama, yaitu 10-12 Juli 2018. Jadwal individunya masih menyusul, yang berarti saya belum bisa beli tiket.

Untungnya, besoknya jadwal individu sudah keluar. Rupanya ada tiga sesi seleksi per harinya, yaitu pukul 08.00-10.30, pukul 10.45-13.15, dan pukul 13.30-16.00. Total ada 767 peserta yang mengikuti SBK di Yogyakarta. Saya dapat jatah hari kedua, 11 Juli 2018 pukul 10.45. Alhamdulillah. Langkah selanjutnya tinggal mencetak kartu peserta, yang bisa diunduh di laman pendaftaran pada tanggal 9 Juli.

Saya beli tiga tiket untuk tanggal 10 Juli, naik Sritanjung yang berangkat pukul 15.14 dari Kertosono. Beberapa hari sebelum berangkat, saya sounding Fathiya bahwa sebentar lagi akan ke Jogja bersama ibu dan bapak, "tapi ibu sekolah dulu sebentar, nanti Fathiya sama bapak dulu nggih." Suami pun mempersiapkan diri untuk ngemong Fathiya agak lama, karena biasanya ngemongnya di rumah selalu sama saya. Waktu kita berdua mengajar di sekolah, Fathiya ikut simbahnya.

Perjalanan ke Jogja cukup lancar meskipun keretanya terlambat, pukul 16.00 baru bertolak dari Kertosono. Alhasil sampai Lempuyangan sekitar pukul 20.00.

Esoknya, usai mandi, sarapan, memandikan dan menyuapi Fathiya, saya berangkat ke gedung BKN di Jalan Magelang pukul 09.00, naik ojek online. Tes memang baru dimulai jam 10.45, namun peserta diminta hadir di lokasi selambat-lambatnya satu jam sebelumnya. Suami sebenarnya ingin mengantar, tapi jarak dari Glagahsari sampai Jalan Magelang ada sekitar 10 km, terlalu jauh kalau harus nyetir motor sendirian sambil menggendong anak.

Saya sampai di gedung BKN sekitar pukul 09.30. Gedung BKN rupanya besar sekali, dan tempat untuk SBK berada di ruangan CAT (Computer Assessment Test) yang biasanya digunakan untuk tes komputer CPNS maupun instansi-instansi pemerintah. Ada banner LPDP besar menyambut di dekat pos sekuriti. Saya ditunjukkan jalan oleh pak satpam, jarak gedungnya sekitar 500 meter dari gerbang BKN.


Sudah banyak peserta yang hadir dan duduk pada kursi yang disediakan di bawah atap buatan, dekat dengan musholla. Kami menghadap ruangan yang seluruh dindingnya terbuat dari kaca. Di dalam ruangan tersebut, duduk sekitar 5 orang yang bertugas mengecek kartu peserta SBK kita. Sebentar-sebentar terdengar pengumuman dari dalam ruangan yang dikeraskan dengan mikrofon, memanggil peserta per lima orang untuk melakukan pengecekan.

Baru sekitar 15 menit duduk, nama saya dipanggil. Saya menunjukkan kartu peserta dan bapak yang bertugas kemudian memindai barcode-nya. Setelah terdengar "klik", bapak tersebut mengambil spidol dan menuliskan enam digit angka di pojok kanan atas kartu peserta, dan menjelaskan bahwa itu adalah PIN untuk mengakses ujian SBK.

Usai pemindaian kartu peserta, saya pindah ke meja sebelahnya untuk tanda tangan absensi. Lalu punggung tangan saya, kedua-duanya, dicap dengan stempel LPDP. Sayangnya kamera HP saya terlalu buram sehingga momen istimewa ini tak bisa saya abadikan, hahaha...

Saya langsung diminta naik ke lantai dua tempat ujian akan dilangsungkan. Begitu menginjak lantai dua, seorang petugas menyambut saya dengan detektor logam, lalu setelah tak menemukan pistol atau pisau atau benda berbahaya lain pada saya, petugas mengarahkan saya ke meja untuk absensi lagi dan menitipkan tas ke loker. Tak lupa alat komunikasi diheningkan atau dimatikan, lalu dimasukkan tas. Kita tak boleh membawa apapun ke dalam ruangan komputer, selembar kertas pun tak boleh.

Ada puluhan kursi yang sudah disediakan di depan ruangan. Kita wajib duduk berdempet, tak boleh ada kursi yang lowong. Kami diminta menunggu sekitar 45 menit, dan petugas berulangkali menyarankan untuk menggunakan kamar kecil, karena setelah masuk ruangan komputer, peserta tak diperkenankan keluar dengan alasan apapun, kecuali dianggap telah selesai mengerjakan.

Saya banyak berbincang dengan peserta-peserta di kanan kiri saya. Kebanyakan masih fresh graduate, tapi ada pula yang sudah bekerja selama 5 tahun. Latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan kampus tujuannya bervariasi. Ada yang ners di rumah sakit dan akan melamar S2 Keperawatan di UI, ada yang dosen di perguruan tinggi swasta di Surakarta, ada pula yang guru dari NTB dan ingin mengambil Magister Teknologi Pendidikan di UNY. Kami bertukar cerita soal LPDP, yang peminatnya dari tahun ke tahun semakin membludak. Salah seorang rupanya pernah mendaftar LPDP 2017 ke Universitas Tokyo, Jepang, dan gagal. Katanya, jatah LPDP dalam negeri cukup banyak, tapi peminat sedikit. Jatah untuk luar negeri amat ketat, tapi peminatnya luar biasa.

Tepat pukul 10.45, dua orang petugas berseragam meminta kami berbaris antri untuk masuk ruangan, laki-laki dan perempuan membuat barisan terpisah. Rupanya para peserta diperiksa lagi sebelum masuk ruangan, kali ini pemeriksaan badan menyeluruh, termasuk area-area pribadi. Karena itu, pemeriksaan dilakukan terpisah.

Seorang petugas wanita bermasker memeriksa kami, mulai dari lipatan jilbab, lekukan kerah, sampai rok di bawah pinggang. Pemeriksaan untuk peserta putri lancar, meski agak lama karena jumlahnya lebih banyak dari peserta putra dan area yang diperiksa pun lebih luas. Salah seorang peserta putra ada yang ketahuan membawa flashdisk, dan disita oleh petugas karena dikhawatirkan dapat dipakai untuk menggandakan aplikasi ujian.

Setelah pemeriksaan rampung, kami diminta duduk di depan komputer sesuai urutan masuk. Ruangan CAT BKN sangat besar sekali, isinya barangkali ada 200-250 komputer. Saya dapat komputer di barisan tengah, mepet dinding, lumayan bisa senderan. Kursi komputer yang digunakan BKN adalah kursi standar K3LH penggunaan komputer, yang selain nyaman dan bersenderan tangan, juga memiliki roda sehingga pergerakan kursi tidak menimbulkan suara.

Suasana dalam ruangan SBK LPDP. Foto bukan diambil oleh saya, karena alat komunikasi ditinggal di luar ruangan.


Sebelum mengerjakan, peserta mendengarkan arahan singkat dari petugas BKN, lalu memutar video tutorial pengerjaan CAT yang berdurasi sekitar 3 menit. Kemudian, usai dipimpin berdoa, kami diminta memasukkan username dan password untuk memulai ujian. Username adalah NIK, password berupa angka 6 digit yang dituliskan petugas di kartu peserta sebelumnya.

Dengan mengucap bismillah, saya mulai mengerjakan SBK. Subtest pertama adalah Tes Potensi Akademik, dan ini yang jadi penentuan kelulusan SBK kelak. Seperti biasa, TPA dibagi dalam tiga kategori, yaitu Verbal, Numerik, dan Penalaran. Waktu yang disediakan untuk TPA adalah 90 menit.

Bagi kawan-kawan yang pernah mengikuti tes TPA sebelumnya, entah itu BAPPENAS, PAPs, atau TPA-TPA yang lain, pastinya bisa menakar tingkat kesulitan tes yang dihadapi. Misalnya, tes PAPs UGM kadarnya sedikit lebih mudah dibanding TPA BAPPENAS, dan sebagainya. Nah, TPA-nya LPDP ini, bagi saya tingkatannya di atas TPA saat pre-test Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang saya ikuti beberapa bulan lalu, serta tes PAPs yang saya ikuti baru-baru ini.

Kosakata yang ditanyakan dalam soal-soal Verbal SBK amat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam buku-buku sastra pun sepertinya jarang disebut. Numeriknya, saya hampir selalu kalah di sini, didominasi oleh deret angka dan aljabar. Sedangkan Logika hampir semua isinya adalah soal cerita.

Saya menyelesaikan TPA dalam waktu yang amat mepet. Setelah klik Selesai, komputer akan langsung menampilkan skor TPA kita selama beberapa detik, sebelum memunculkan subtest selanjutnya.

Setelah TPA, subtest kedua adalah Soft Competency atau tes psikologis atau kepribadian, dengan waktu 30 menit. Subtest ini bertujuan menilai kepribadian kita dalam segi profesionalitas, nasionalisme, dan kualitas kepemimpinan. Ada sekitar 40 item soal yang ditanyakan. Tidak ada benar salah dalam psikotest ini. Semua pilihan jawaban memiliki skor berjenjang dari 1-5. Semakin banyak opsi bernilai tinggi yang kita pilih, semakin tinggi pula skor akhir kita.

Salah satu soal yang saya ingat adalah, "Anda dan seorang rekan kerja (kebetulan teman dekat) diberi tugas oleh atasan. Ternyata rekan tersebut sering mangkir dari tugas dengan alasan keluarga, sakit, tugas lain, dan sebagainya. Deadline tugas semakin dekat. Apa yang akan Anda lakukan?
a. Mengerjakan sendiri tugas tersebut sampai selesai, karena tidak enak dengan teman sendiri
b. Mengerjakan sendiri tugas tersebut sampai selesai, lalu melaporkan ke atasan bahwa teman kita tidak ikut mengerjakan
c. Meminta saran pada atasan dan terus mengajak teman tersebut untuk membantu mengerjakan tugas
d. Meminta teman untuk ikut mengerjakan tugas tersebut, tak peduli alasannya, karena ini tanggungjawab bersama
e. Mengerjakan tugas yang jadi bagian saya, bagian teman saya adalah urusannya sendiri dengan atasan

Jika kawan-kawan mendapat pertanyaan seperti di atas, jawaban mana yang akan dipilih?

Soal di atas sedikit banyak mengingatkan saya pada matakuliah Psikologi Komunikasi. Sedikit cerita saja ya, kawan. Dalam ilmu komunikasi dikenal ada tiga pola komunikasi, yaitu agresif, submisif, dan asertif. Agresif dicirikan kita memaksakan kehendak/pendapat pada orang lain, tak pandang bulu, tak peduli alasan apapun, yang penting kehendak/pendapat/target kita terlaksana. Submisif dicirikan kita yang selalu mengalah pada orang lain, mendulukan kepentingan orang lain dan mengorbankan diri sendiri, demi target tercapai. Sedangkan asertif adalah pola komunikasi yang disarankan, dia berada di tengah-tengah antara agresif dan submisif. Asertif berorientasi pada tercapainya target, namun, dia tidak memaksa seperti agresif maupun mengorbankan diri seperti submisif. Asertif selalu berusaha mencari jalan tengah, win-win solution, sama-sama enak, dan juga salah satu karakter yang dicari oleh LPDP.

Opsi (a) jelas submisif, sedangkan (d) adalah agresif. Opsi (e) menunjukkan bahwa kita egois dan apatis pada keadaan teman kita, juga tidak bisa bekerjasama dengan baik dengan orang lain, sebaiknya opsi ini tidak dipilih. Sisihkan tiga poin ini. Opsi (b) bisa dipilih, namun rasanya bagi saya pribadi seperti pengkhianatan. Pilihan paling baik bagi saya adalah (c).

Saya selalu berpegang pada psikologi komunikasi ini ketika mengerjakan Soft Competency SBK. Jika ada pilihan soal yang menanyakan "apa yang kita lakukan" terkait orang lain, saya pilih yang paling asertif. Dan juga, saya pilih yang selalu mengedepankan "koordinasi dengan atasan/rekan". Ini menunjukkan bahwa karakter diri kita bukan individualis (pendiam boleh, introvert tidak masalah, asal jangan individualis). Sinergi dengan orang lain juga salah satu karakter pemimpin yang diinginkan LPDP.

Lalu subtest yang terakhir adalah On The Spot Essay Writing, tenar dengan sebutan EOTS di kalangan pencari beasiswa LPDP. Ini yang cukup memicu adrenalin. Dalam waktu 30 menit, peserta diharuskan membuat sebuah artikel yang meskipun sederhana, tetapi padu, solutif, dan mudah dipahami. Kami diberi soal yang berbeda-beda untuk masing-masing peserta, dan sepertinya disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau pekerjaan. Saya, yang berprofesi sebagai guru (meskipun bukan dari jurusan pendidikan), diminta menulis tentang fenomena guru yang kebanyakan enggan ditugaskan di daerah terpencil. Saya diharapkan membuat sebuah rekomendasi untuk pemerintah terkait solusi yang dapat diambil untuk menyiasati kekurangan guru di daerah 3T.

Menit-menit awal EOTS berlalu dengan tenang. Namun, sekitar 10 menit sebelum waktu berakhir, ketukan keyboard mulai bergema dari seluruh penjuru ruangan. Kalau kebetulan di 10 menit terakhir itu kita dalam keadaan blank, sedang mengalami writer's block, efeknya bakal luar biasa. Saya sendiri, sekitar dua pertiga essay saya rampungkan di 10 menit terakhir itu. Tak usah pedulikan diksi. Yang penting maksud kita tersampaikan dengan runtut, jelas, solutif, dan sekali lagi, asertif.

Satu per satu peserta yang sudah selesai mengerjakan semua tugas, keluar melalui pintu yang sama dengan waktu masuk tadi. Rupanya peserta SBK sesi ketiga sudah menunggu di luar ruangan. Saya menyelesaikan essay ketika waktu masih tersisa 2 menit. Lalu saya berdiam diri sebentar untuk berdoa, kemudian klik Submit.

Saya keluar ruangan dengan penuh syukur. Sambil menelpon suami dan menanyakan kabar Fathiya ("nggak rewel sama sekali kok") saya mengamati monitor LCD besar yang ditempatkan di luar ruangan, dan ada lagi yang di dekat musholla. Monitor itu menampilkan running text berupa nama-nama dan empat baris angka-angka, yang masing-masing berjudul Verbal, Numerik, Penalaran, dan Skor Akhir, diurutkan dari yang paling besar skor akhirnya. Saya menunggu sampai nama saya muncul. Alhamdulillah, dari sekitar 90 peserta yang mengikuti SBK hari kedua sesi kedua ini, nama saya berada di sepertiga pertama. Semoga keberhasilan kecil ini jadi langkah awal untuk keberhasilan-keberhasilan yang lebih besar di masa yang akan datang.

NB: Saya mengetik postingan ini pada 29 Oktober 2018, beberapa jam setelah pesawat Lion Air JT-610 jurusan Jakarta - Pangkal Pinang diberitakan jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, dengan membawa 181 penumpang, di antaranya 2 bayi dan 32 staf Kementerian Keuangan (salah seorang adalah calon penerima beasiswa LPDP yang tergabung di PK-134, atas nama Haris Budianto). Semoga Allah memberi keajaiban, semoga semua penumpang segera ditemukan dalam keadaan selamat. Amiiin.

NB (lagi): Basarnas telah mengevakuasi puing-puing reruntuhan Lion Air JT-610 dari teluk Karawang. Belum ada konfirmasi resmi, namun Basarnas mengisyaratkan tidak ada penumpang yang selamat. Deep condolence untuk 181 penumpang dan 8 awak pesawat yang menjadi korban tragedi tersebut, semoga husnul khotimah dan keluarga yang ditinggal senantiasa dikuatkan oleh Allah. Amiiin.
Mengejar LPDP Part VIII: Seleksi Berbasis Komputer (SBK) Mengejar LPDP Part VIII: Seleksi Berbasis Komputer (SBK) Reviewed by Kurnia Indasah on 15:03 Rating: 5

Tidak ada komentar