Home Top Ad

Responsive Ads Here

Mengejar LPDP Part X: Seleksi Substansi - LGD



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera, semoga Allah memudahkan hidup kita semua.

Alhamdulillah, karena kuasa Allah lah akhirnya saya sampai di sini, di seleksi inti sebuah beasiswa pemerintah berskala nasional. Bagi kawan-kawan barangkali bukan sesuatu yang hebat-hebat amat, tapi bagi saya pribadi, anak petani dari pelosok Nganjuk yang masa kecilnya sering sakit karena bronchitis, ini adalah anugerah yang tidak dapat diuangkan dan ditukar dengan apapun.

Jadwal besar untuk seleksi substansi sudah diumumkan beberapa hari setelah penetapan kelulusan SBK. Yogyakarta dan Surabaya mendapat jatah hari paling awal, yaitu 13-15 Agustus 2018. Ini berarti peserta seleksi substansi di Yogya dan Surabaya harus menunggu sekitar sebulan sebelum pengumuman final beasiswa LPDP, yang menurut jadwal akan ditetapkan pada 14 September. Seleksi substansi Yogyakarta akan diselenggarakan di Gedung Keuangan Negara (GKN) di Jalan Kusumanegara, hanya sepelemparan batu dari rumah mertua.



Akan ada tiga rangkaian acara seleksi substansi: verifikasi dokumen, Leaderless Group Discussion (LGD), dan wawancara. Tiga acara ini bisa dijadwalkan satu hari, bisa pula dipisah-pisah. Hari pertama dan kedua dimulai pukul 07.30 dan diakhiri pukul 18.00, hari ketiga diawali pukul 07.30 dan selesai pukul 12.00. Peserta hanya diwajibkan hadir sesuai jadwalnya.

Undangan seleksi substansi yang berisi nama-nama peserta sudah diumumkan pada 7 Agustus. Total ada 474 orang yang bakal mengikuti seleksi substansi di Yogyakarta.

Tanggal 13 Agustus itu hari Senin, dan baru Sabtu 11 Agustus jadwal individu keluar. Untunglah saya sudah beli tiket beberapa hari sebelumnya, walau agak gambling karena belum tahu jadwal. Ini silaturahim ke Jogja terpanjang dalam tahun ini, yaitu 12-17 Agustus. Saya dapat jatah LGD hari pertama, Senin 13 Agustus pukul 09.00 (kelompok LGD-nya belum diumumkan). Lalu verifikasi dokumen tanggal 14 Agustus pukul 08.10, dan wawancara di hari kedua juga, pukul 11.00. Alhamdulillah tak ada jadwal yang bentrok. Ada sebagian teman yang mengaku jadwal LGD-nya bentrok dengan verifikasi, LGD bentrok dengan wawancara, dan sebagainya.

Tanggal 13 Agustus itu, pagi-pagi sekali saya sudah mandi dan menyuapi Fathiya. Dengan diantar keponakan, pukul 07.30 saya sudah sampai di Gedung Keuangan Negara Yogyakarta.

Banyak sekali peserta seleksi substansi yang sudah hadir. Semua peserta diminta menunggu di lantai 2 sayap barat. Nama-nama gedung dan ruangan di GKN diambil dari nama-nama lokasi di Yogyakarta seperti ruang Parangtritis, Paseban, Keraton, Tugu, Merapi, dan sebagainya. Pukul delapan kurang sedikit, pintu aula Parangtritis dibuka dan peserta mulai berbaris masuk.

Di dekat pintu masuk terdapat dua petugas absensi yang memindai kartu peserta ke dalam komputer. Peserta hanya datang pada sesuai hari yang dijadwalkan, dan wajib absen pada pagi harinya. Walau jadwalnya jam 15.00 katakanlah, absensi tetap dilakukan pagi. Setelah absen boleh ditinggal pulang untuk datang lagi satu jam sebelum seleksi. Jadi saya harus absen untuk hari ini dan besok.

Di aula yang luas tersebut, disediakan kurang lebih 250-300 kursi untuk menampung peserta. Aula Parangtritis ini difungsikan ruang tunggu sekaligus tempat verifikasi dokumen. Semua pemanggilan, baik untuk LGD maupun wawancara, disampaikan melalui pengeras suara di ruang aula. Jadi peserta dimohon tidak jauh-jauh dari ruangan Parangtritis. Selama menunggu ini, disediakan konsumsi berupa snack dan air minum yang bebas diambil. Tak perlu khawatir kehabisan, karena snacknya selalu berlebih bahkan sampai menjelang sore.

Saya punya waktu 1,5 jam sebelum jadwal LGD. Kesempatan itu saya gunakan untuk berkenalan dengan peserta di kanan kiri. Ada mbak Septi dari Solo yang akan melamar di Universitas Sebelas Maret. Beliau ini istri dosen UNS. Lewat mbak Septi, saya dimasukkan ke grup WA seleksi substansi Yogyakarta yang sudah eksis sejak penerimaan LPDP dibuka. Banyak informasi "orang dalam" yang seperti bocor ke grup ini, entah karena teman-teman begitu aktif menghubungi CS, pernah daftar LPDP di tahun sebelumnya, atau memang punya koneksi ke manajemen beasiswa.

Menurut mbak Septi juga, para peserta di grup WA sudah tahu kelompok LGD masing-masing, topik apa yang kira-kira muncul, dan membuat grup-grup kecil sesuai kelompok tersebut. Padahal pembagian kelompok baru diumumkan beberapa menit menjelang LGD dimulai, itupun lewat akun pendaftaran masing-masing. Lalu data yang di grup itu didapat dari mana?

Sekitar pukul 08.50, para peserta yang dijadwalkan LGD pukul 09.00 mulai saling bertanya ke kanan kiri. Sesi LGD pertama di hari pertama itu memang pukul 09.00, jadi belum ada yang tahu bagaimana mekanismenya. Petugas absensi menganjurkan untuk memantau akun pendaftaran karena kelompok LGD akan diumumkan lewat sana.

Kira-kira dua menit selewat pukul sembilan, beberapa peserta keluar dari aula karena kelompok sudah diumumkan di akun. Ndilalah, waktu itu saya mau login ke akun kok error terus. Jam sembilan lebih lima menit baru saya bisa akses, dan ternyata saya kelompok 1A.

Setiap sesi LGD terdiri dari tiga kelompok yang berdiskusi bersamaan di tiga lokasi berbeda. Kelompok 1A dan 1B berada di aula yang sedikit lebih kecil dari Parangtritis, di sebelah utara sayap barat. Kelompok 1C naik ke lantai tiga. Sebelum masuk ruangan, peserta diminta mematikan alat komunikasi dan menandatangani absensi di depan pintu.

Di dalam ruangan, sudah ada meja dan kursi yang disusun membentuk huruf U, dengan bukaan "U"-nya menghadap utara. Dua meja di kanan, dua meja di kiri, dan satu meja kepala. Dua orang psikolog duduk di meja yang agak terpisah di seberang peserta. Tiap kelompok terdiri dari 9-10 orang.

Kebetulan ada 9 anggota kelompok 1A, sehingga ada satu kursi yang harus kosong. Seorang ibu psikolog, berambut cepak dan berkacamata, mengabsen kelompok 1A dan meminta kami duduk sesuai nomor absen. Kebetulan sekali saya dapat nomor 5 sehingga harus duduk di kepala meja, berhadapan langsung dengan psikolog.

Karena semua orang sepertinya tegang, ibu psikolog dengan ramah mempersilakan kami berdoa dan menyiapkan tag nama peserta yang sudah dicetak dari kartu peserta. Tag nama ini ditaruh di atas meja, agar memudahkan semua orang untuk memanggil nama masing-masing karena kami semuanya tidak ada yang kenal satu sama lain. Lalu beliau berkeliling kursi kami, meletakkan kertas secara terbalik di hadapan masing-masing peserta.

Salah satu peserta kelompok 1A datang agak terlambat sehingga kelompok 1B yang di seberang ruangan terlihat memulai diskusi terlebih dulu. Setelah semua peserta lengkap, ibu psikolog kemudian menyetel stopwatch.

"Begitu saya beri isyarat untuk mulai, silakan buka kertas di hadapan masing-masing, baca dalam hati, lalu silakan mulai diskusi. Karena ini LGD, kami tidak akan memulai atau menutup diskusi, dan menyerahkan diskusi ke tangan Anda sekalian. LGD selama 40 menit silakan dimulai dari... sekarang."

Kertas di hadapan kami rupanya berisi bacaan tentang kasus yang harus kami diskusikan. Kelompok kami waktu itu dapat kasus Lalu Mohammad Zuhri, yang jadi juara dalam ajang Kejuaraan Dunia Atletik U-20 untuk nomor 100 meter putra di Tampere, Finlandia, pada bulan Juli lalu. Zohri ini underdog, sama sekali tidak diunggulkan pada awalnya, sehingga Indonesia terkesan tergopoh-gopoh ketika Zohri muncul jadi juara. Salah satu insidennya, tak ada bendera merah putih dan nyayian Indonesia Raya usai Zohri meraih kemenangan. Kami diminta berperan sebagai tim ahli yang bertugas memberi rekomendasi pada pemerintah, agar kasus sejenis yang dialami Zohri tak terulang di kemudian hari.

Usai membaca selama 5 menit, beberapa dari kami saling lirik dan menunggu siapa yang akan membuka diskusi secara tidak resmi. Akhirnya seorang calon dokter spesialis, berkulit putih dan berwajah ganteng, bernama Samuel, berdehem. "Baik teman-teman, kita sudah baca kasus yang akan kita diskusikan sebagai tim ahli pada hari ini. Ada tanggapan sejauh ini?" Dan diskusi pun mengalir dengan sendirinya.

Karena tak boleh ada yang jadi moderator, mas Samuel mengusulkan agar orang yang telah selesai berpendapat langsung menunjuk siapa yang akan bicara selanjutnya. Kami setuju. Lucunya, mas Samuel ini terus memanggil saya dengan sebutan "mas Kurnia" walaupun saya jelas-jelas berjilbab dan memakai rok. Oke mas, maybe I'm not a girl in your point of view but I totally cool with that.

Saya dapat giliran bicara keempat atau kelima. Waktu itu saya mengusulkan agar talenta seperti Zohri tidak hanya dijadikan euforia sesaat saja (saat itu memang Zohri jadi tenar sekali di televisi dan banyak tokoh nasional yang menghujaninya dengan hadiah), tetapi pembinaan yang kontinyu bahkan sampai dia pensiun, dengan menjadikannya pelatih timnas lari misalnya. Usul yang standar saja sih, sebenarnya.

Lima menit menjelang waktu berakhir, stopwatch ibu psikolog berbunyi. Ini pertanda kami harus segera menyimpulkan diskusi sebelum waktu habis. Karena tadi mas Samuel sukarela jadi pembicara pertama, kali ini pun beliau sukarela jadi pembicara terakhir. Sesaat sebelum psikolog mengumumkan berakhirnya sesi diskusi, kesimpulan sudah didapat. Alhamdulillah, semua orang dapat kesempatan bicara minimal dua kali, dan masing-masing pun durasinya cukup, sekitar 2 menit.

Walaupun diskusi LGD diawasi dua orang psikolog, namun kami tidak merasa tertekan layaknya dimata-matai tiap geraknya. Dua psikolog kami lebih banyak mencatat di laptop, serta melirik sekilas tiap ada orang baru yang bicara. Menurut saya, psikolog tidak menitikberatkan nilai dari isi pendapat yang kita sampaikan, melainkan lebih ke cara kita menyampaikan pendapat tersebut, sikap kita saat berkomunikasi, dan kematangan emosi kita saat berbeda pendapat dengan orang lain.

Saya pernah baca di salah satu blog, dalam LGD kita disarankan untuk tidak mengkritik pemerintah, karena LPDP adalah beasiswa milik pemerintah. Bagi saya pendapat ini kurang benar. Tak apa mengkritik pemerintah, apalagi jika memang ada kebijakan yang perlu dikritisi, asalkan disampaikan dengan santun, jelas, dan bertujuan membangun. Jangan lupa beri rekomendasi atau usulan pada pemerintah agar tidak terkesan hanya menyalahkan.

Usai LGD, saya pulang karena jadwal verifikasi dan wawancara masih besok. Sempat berkenalan dengan beberapa teman kelompok, tapi sayangnya kami tak mengambil foto. Secara keseluruhan cukup puas dengan performa saya saat LGD, tinggal mempersiapkan diri untuk besok karena wawancara adalah inti dari seleksi inti. Bismillah.


Mengejar LPDP Part X: Seleksi Substansi - LGD Mengejar LPDP Part X: Seleksi Substansi - LGD Reviewed by Kurnia Indasah on 15:05 Rating: 5

Tidak ada komentar